SESI kedua acara Business Sustainability Forum II yang diselenggarakan Unika Atma Jaya bersama IGCN dan Yayasan Bhumiksara menghadirkan praktisi smart city dari sektor swasta. Direktur Entreprise & Business Service Telkom, Muhammad Awaluddin, memaparkan upaya dan program Telkom dalam penerapan smart city di Indonesia. (Baca: Business Sustainability Forum II: Paradigma Baru Wujudkan Smart City di Indonesia (2)
Pada tahun 1986 konsep smart city dirasa tidak memungkinkan karena dinilai terlalu modern. Namun, sekarang sudah mulai banyak terlihat proses pada kota-kota di Indonesia untuk menuju smart city. Permasalahnnya, apakah pemerintah dan masyarakat kini mau dan mampu untuk melanjutkan apa yang sudah ada atau tidak.
Menurut ahli teknik elektro yang telah bergabung dengan Telkom sejak 1991 ini, Indonesia tidak ketinggalan dan memiliki potensi untuk menerapkan smart city secara penuh. Salah satu fakta yang mendukung adalah penggunaan nomor HP di Indonesia mencapai 280.000.000 nomor, melebihi jumlah penduduk di Indonesia yang hanya berjumlah 250.000.000 jiwa. Hal tersebut menunjukan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia sudah melek teknologi.
Tetapi beberapa permasalahan di Indonesia seperti sampah, kemacetan, banjir, pengemis, kesehatan dan pelayanan publik, edukasi, permasalahan pemerintahan (adanya pelayanan yang lambat dan tidak efisien), dan keamanan, membuat wujud smart city masih jauh dari idealnya. Penerapan smart city perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut: berapa dana investasinya, business model untuk menerapkannya, dan regulasi.
Sejalan dengan pendapat Prof. Robertus Triweko, pakar sumber daya air UNPAR, ada sembilan aspek yang harus dipenuhi agar sebuah kota dikatakan cerdas. Penerapan dari sembilan aspek tersebut harus dipertimbangkan secara matang: apakah akan diterapkan sekaligus atau bertahap?
Di Indonesia, menurut Awaluddin, aspek yang paling siap untuk diimplementasikan hanya smart technology (tekonologi informasi dan komunikasi), sedangkan delapan aspek lainnya sedang mulai dicoba untuk diimplementasikan.
Pelaksanaan Smart City
Telkom sudah memulai untuk melakukan penilaian terhadap tingkat implementasi smart city di Indonesia melalui event Indonesia Digital Society Award (IDSA). Kota-kota yang ada di Indonesia diberikan penilaian berdasarkan kesiapan dan potensi kota tersebut untuk digitalisasi. Kemudian, dari hasil penilaian kota-kota tersebut dimasukan ke dalam salah satu tahapan atau lima kategori berikut:
1. Ad hoc
2. Initiative
3. Scattered
4. Integrative
5. Smart
Informasi yang diperoleh dari event tersebut adalah bahwa rata-rata kota di Indonesia berada pada tingkat scaterred sampai dengan integrative. Beberapa kota sudah menunjukan potensinya untuk menjadi smart city, seperti Surabaya yang menyiapkan bandwith untuk jaringan komunikasi sebesar 2GB.
Awaluddin menjelaskan bahwa assessment tersebut merupakan salah satu dari tahap project staging. Secara umum ada tiga tahapan dalam project staging:
1. Melakukan assessment.
2. Short-term planning: menentukan fondasi dari smart city.
3. Long-term planning: menentukan elemennya.
Beberapa contoh bantuan implementasi smart city dari Telkom yang sudah dilakukan adalah smart health care, salah satunya adalah dengan teknologi teleradiologi. Teknik ini merupakan teknik untuk mengumpulkan para ahli radiologi dalam satu jaringan komunikasi yang terhubung sehingga setiap ada masalah terkait radiologi di salah satu daerah di Indonesia dapat didiskusikan bersama oleh setiap ahli tersebut dalam sebuah forum. Selain itu Telkom juga membantu penerapan E-ticketing dan Bandung panic button.